
BATASAN TANGGUNG JAWAB AGEN ASURANSI DAN PERUSAHAAN ASURANSI
Masyarakat Indonesia tentu sangat umum mendengar agen asuransi. Bahkan, sangat mungkin apabila dikatakan kebanyakan transaksi produk asuransi untuk orang pribadi dilakukan melalui agen asuransi. Fakta yang tidak dapat dipungkiri adalah sangat banyak proses klaim asuransi atau penggunaan manfaat dalam polis asuransi dilakukan melalui agen asuransi. Misalkan seorang pemegang polis asuransi jiwa akan menghubungi agen asuransi untuk mengkonfirmasi apakah penyakit yang sedang dideritanya di-cover atau tidak. Atau, seorang pemegang polis menghubungi agen asuransi sebelum yang bersangkutan melakukan tindakan operasi atas penyakitnya. Konsekuensi logis dari situasi ini adalah timbulnya potensi kejadian dimana seorang pemegang polis mengejar pertanggungjawaban agen asuransi apabila klaimnya ditolak. Apakah memang benar agen asuransi bertanggung jawab atas klaim tertolak tersebut? Sejauh mana sebenarnya pertanggungjawaban agen asuransi atas polis yang dijual kepada masyarakat?
Definisi
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (“UU Perasuransian”) memberikan definisi Agen Asuransi sebagai orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha, yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah.
Agar tidak membingungkan, Agen Asuransi harus dibedakan dengan Pialang Asuransi. Pialang Asuransi adalah orang yang bekerja pada perusahaan pialang asuransi dan memenuhi persyaratan untuk memberi rekomendasi atau mewakili Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta dalam melakukan penutupan asuransi atau asuransi syariah dan/atau penyelesaian klaim.
Sekilas, Pialang dan Agen asuransi terlihat mirip, namun sebenarnya berbeda. Perbedaan paling mendasar adalah pialang asuransi berada di pihak pemegang polis/tertanggung/peserta, sementara agen asuransi berada di pihak perusahaan asuransi. Pialang asuransi memberikan konsultasi/rekomendasi bagi calon pemegang polis/tertanggung/peserta untuk dapat memilih produk asuransi yang terbaik baginya, sementara agen asuransi melakukan pemasaran produk asuransi atau produk asuransi syariah tertentu bagi masyarakat.
Metode dan Kualifikasi
Agen asuransi dapat melakukan pemasaran produk asuransi baik secara tatap muka, maupun melalui media komunikasi jarak jauh. Misalnya melalui telemarketing. Khusus untuk produk Unit Link atau PAYDI, pemasaran melalui telemarketing wajib diikuti dengan pertemuan langsung secara tatap muka. Selain itu, terdapat kualifikasi khusus bagi agen asuransi apabila hendak memasarkan produk Unit Link atau PAYDI, dimana agen asuransi yang bersangkutan wajib:
Masyarakat Indonesia tentu sangat umum mendengar agen asuransi. Bahkan, sangat mungkin apabila dikatakan kebanyakan transaksi produk asuransi untuk orang pribadi dilakukan melalui agen asuransi. Fakta yang tidak dapat dipungkiri adalah sangat banyak proses klaim asuransi atau penggunaan manfaat dalam polis asuransi dilakukan melalui agen asuransi. Misalkan seorang pemegang polis asuransi jiwa akan menghubungi agen asuransi untuk mengkonfirmasi apakah penyakit yang sedang dideritanya di-cover atau tidak. Atau, seorang pemegang polis menghubungi agen asuransi sebelum yang bersangkutan melakukan tindakan operasi atas penyakitnya. Konsekuensi logis dari situasi ini adalah timbulnya potensi kejadian dimana seorang pemegang polis mengejar pertanggungjawaban agen asuransi apabila klaimnya ditolak. Apakah memang benar agen asuransi bertanggung jawab atas klaim tertolak tersebut? Sejauh mana sebenarnya pertanggungjawaban agen asuransi atas polis yang dijual kepada masyarakat?
Definisi
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (“UU Perasuransian”) memberikan definisi Agen Asuransi sebagai orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha, yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah.
Agar tidak membingungkan, Agen Asuransi harus dibedakan dengan Pialang Asuransi. Pialang Asuransi adalah orang yang bekerja pada perusahaan pialang asuransi dan memenuhi persyaratan untuk memberi rekomendasi atau mewakili Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta dalam melakukan penutupan asuransi atau asuransi syariah dan/atau penyelesaian klaim.
Sekilas, Pialang dan Agen asuransi terlihat mirip, namun sebenarnya berbeda. Perbedaan paling mendasar adalah pialang asuransi berada di pihak pemegang polis/tertanggung/peserta, sementara agen asuransi berada di pihak perusahaan asuransi. Pialang asuransi memberikan konsultasi/rekomendasi bagi calon pemegang polis/tertanggung/peserta untuk dapat memilih produk asuransi yang terbaik baginya, sementara agen asuransi melakukan pemasaran produk asuransi atau produk asuransi syariah tertentu bagi masyarakat.
Metode dan Kualifikasi
Agen asuransi dapat melakukan pemasaran produk asuransi baik secara tatap muka, maupun melalui media komunikasi jarak jauh. Misalnya melalui telemarketing. Khusus untuk produk Unit Link atau PAYDI, pemasaran melalui telemarketing wajib diikuti dengan pertemuan langsung secara tatap muka. Selain itu, terdapat kualifikasi khusus bagi agen asuransi apabila hendak memasarkan produk Unit Link atau PAYDI, dimana agen asuransi yang bersangkutan wajib:
- memiliki sertifikasi keagenan dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia;
- memiliki sertifikasi keagenan khusus untuk produk unit link dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia;
- memiliki perjanjian keagenan dengan perusahaan asuransi;
- terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan;
- tidak mengikat perjanjian keagenan dengan perusahaan asuransi lain yang memiliki usaha sejenis; dan
- dalam hal Agen Asuransi bekerja sama dengan badan usaha yang mempekerjakan Agen Asuransi, Agen Asuransi hanya dapat memiliki perjanjian keagenan dengan perusahaan asuransi yang melakukan kerja sama dengan badan usaha tersebut.
Pembayaran Premi Melalui Agen Asuransi
Pasal 28 dan 29 UU Perasuransian mengatur bahwa Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan oleh Pemegang Polis atau Peserta, salah satunya adalah melalui agen asuransi. Syaratnya adalah agen asuransi tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah. Atas dasar transaksi ini, agen asuransi akan memperoleh imbalan jasa keperantaraan, yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah segera setelah menerima premi atau kontribusi.
Jika Premi atau Kontribusi dibayarkan melalui Agen Asuransi, maka Agen Asuransi wajib menyerahkan Premi atau Kontribusi tersebut kepada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dalam jangka waktu yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 28 ayat (2) UU Perasuransian mengamanatkan agar jangka waktu penyerahan premi dari agen asuransi kepada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah, diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Namun, tidak ada pengaturan lebih lanjut yang menetapkan jangka waktu dimaksud. Yang menarik kemudian adalah ketentuan dalam Bagian V angka 4 Surat Edaran OJK Nomor 19/SEOJK.05/2020 Tahun 2020:
“Dalam memasarkan Produk Asuransi, Agen Asuransi harus memenuhi ketentuan paling sedikit sebagai berikut:
h. menyerahkan Premi atau Kontribusi kepada Perusahaan sesuai jangka waktu penyerahan Premi atau Kontribusi yang telah ditentukan oleh Perusahaan dalam perjanjian keagenan, dalam hal Perusahaan memberikan kewenangan kepada Agen Asuransi untuk menerima Premi atau Kontribusi.”
Artinya, Surat Edaran OJK ini justru mengamanatkan agar jangka waktu penyerahan premi dari agen asuransi kepada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah, diatur dalam perjanjian keagenan.
Kewajiban dan Larangan
Baik agen asuransi, perusahaan pialang asuransi, maupun perusahaan pialang reasuransi dilarang:
- Menahan atau mengelola Premi atau Kontribusi;
- Menggelapkan Premi atau Kontribusi;
Pasal 76 UU Perasuransian mengatur :
“Setiap Orang yang menggelapkan Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) dan Pasal 29 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
Kemudian muncul pertanyaan, seandainya calon pemegang polis/tertanggung memilih membayarkan premi melalui agen asuransi, sementara oknum agen asuransi tidak meneruskan uang premi atau kontribusi kepada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah, apakah klaim dari pemegang polis/tertanggung tetap ditanggung perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah?
Apabila premi dibayarkan melalui agen asuransi, maka pertanggungan dinyatakan mulai berlaku dan mengikat perusahaan asuransi dan pemegang polis/peserta/tertanggung, terhitung sejak Premi atau Kontribusi diterima oleh Agen Asuransi. Konsekuensinya, perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah wajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim yang timbul apabila agen asuransi telah menerima premi atau kontribusi, tetapi belum menyerahkannya kepada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah tersebut.
Karena itu, sebelum membayar premi, pastikan agen asuransi tersebut telah mendapatkan persetujuan dari perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah untuk menerima pembayaran premi atau kontribusi.
Disclaimer : The review is subjective analysis of HAS Attorneys at Law for the purpose of its publication and is not a legal opinion that can be relied to perform any legal action. Readers shall release and discharge of any demand, claim, loss to HAS Attorneys at Law which not liable for any legal action performed based on the review above without any legal advise nor assistance from HAS Attorneys at Law. If you require further information of the above publication, please do not hesitate to contact us.
KEY CONTACT :
- Rio Andre Winter Siahaan, Partner, siahaan@has-law.com
- Agus Askin Harta Mulya, Partner, hartamulya@has-law.com
- Yohannes Andryanus, Partner, andryanus@has-law.com